Selasa, 08 Februari 2011

Ikhwanul Muslimin


Dari Wikipedia bahasa Indonesia
Ikhwanul Muslimin (Arab:الاخوان المسلمون al-ikhwān al-muslimūn) sering hanya disebut (Arab الإخوان Al-Ikhwan) adalah salah satu jamaah dari umat Islam, mengajak dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, hidup di bawah naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw, dan diserukan oleh para salafush-shalih, bekerja dengannya dan untuknya, keyakinan yang bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang benar yang merasuk dalam akal dan fikrah, syariah yang mengatur al-jawarih (anggota tubuh), perilaku dan politik. Di kemudian hari, gerakan Ikhwanul Muslimin tersebar ke seluruh dunia,

Sejarah

Masa-masa awal
Jamaah Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan pendiri Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi. Ikhwanul Muslimin pada saat itu dipimpin oleh Hassan al-Banna. Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum Ikhwanul Muslimin pada 24 September1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi Ikhwanul Muslimin disusun dan pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun 1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh Muhibuddin Khatib.

Perkembangan 1930-1948
Kemudian pada tahun 1934, Ikhwanul Muslimin membentuk divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk para wanita yang ingin bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Walaupun begitu, pada tahun 1941 gerakan Ikhwanul Muslimin masih beranggotakan 100 orang, hasil seleksi dari Hassan al-Banna. Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut serta dalam perang melawan Israel di Palestina. Saat organisasi ini sedang berkembang pesat, Ikhwanul Muslimin justru dibekukan oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita penculikan Naqrasyi di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin.

1950-1970
Secara misterius, pendiri Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna meninggal dunia karena dibunuh pada 12 Februari 1949. Kemudian, tahun 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi organisasi Ikhwanul Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak sah dan inkonstitusional. Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950 dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal 23 Juli 1952, Mesir dibawah pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul Muslimin dalam rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi Juli. Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi Juli adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer sepenuhnya, dan tidak berpihak pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul Muslimin menolak mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali dibenci oleh pemerintah.

1970-sekarang
Ketika Anwar Sadat mulai berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan. Menggantikan Hudhaibi yang telah meninggal pada tahun 1973, Umar Tilmisani memimpin organisasi Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan tidak bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat ini juga menekan Ikhwanul Muslimin, dimana Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir.

Pemikiran

Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan ajaran Islam dengan pengaruh Shufi yang kuat. Bisa dilihat dari pemikiran utama Ikhwanul Muslimin berikut.Ia merupakan salah satu jamaah dari beberapa jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa Islam adalah dien yang universal dan menyeluruh, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja. Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam. Namun sayang sekali ajaran shufi kental sekali mempengaruhi organisasi iniIkhwanul Muslimin menolak segala bentuk penjajahan dan monarki yang pro-Barat.
Dalam perpolitikan di berbagai negara, Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sarana perjuangannya, sebagaimana kelompok-kelompok lain yang mengakui demokrasi. Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang mengikuti proses pemilu di negara tersebut.

Al-Ikhwan Berbeda & Menolak Al-Qaeda

Di berbagai media khususnya media negara-negara Barat, Ikhwanul Muslimin sering dikait-kaitkan dengan Al-Qaeda. Pada faktanya, Ikhwanul Muslimin berbeda jauh dengan Al-Qaeda. Ideologi, sarana, dan aksi yang dilakukan oleh Al-Qaeda secara tegas ditolak oleh pimpinan Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan reformasi melalui jalan damai dan dialog yang konstruktif yang bersandarkan pada al-hujjah (alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil). Kekerasan atau radikalisme bukan jalan perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat Ikhwanul Muslimin berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Inipun, kekerasan di sini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai perlawanan, bukan radikalisme atau kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok teroris. Sebagai contoh adalah Hamas yang merupakan perpanjangan tangan Ikhwanul Muslimin di Palestina. Syekh Ahmad Yassin pendiri Hamas adalah tokoh Ikhwanul Muslimin.

Al-Ikhwan Bukan Wahabi

Di berbagai media, Ikhwanul Muslimin juga sering dikait-kaitkan dengan gerakan Wahabi. Pada faktanya, antara Al-Ikhwan dengan Wahabi berbeda jauh. Pengkait-kaitan Al-Ikhwan dengan Wahabi pada dasarnya disebabkan adanya kesamaan nama. Di dalam sejarah Wahabi di Arab Saudi, mereka memang pernah memiliki pasukan tempur yang bernama Al-Ikhwan, nama yang sama persis dengan Al-Ikhwan yang di Mesir. Seorang penulis bernama Robert Lacey dalam catatan kaki bukunya yang berjudul "Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia" di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dibentuk di Mesir di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini. Secara pemikiran pun antara Ikhwanul Muslimin dengan Wahabi saling bertolak belakang. Ikhwanul Muslimin masuk ke dalam wilayah politik dalam perjuangannya (bahkan membentuk partai politik), sedangkan Wahabi sebaliknya, yaitu antipati terhadap partai politik.

Kredo

Ikhwanul Muslimin memiliki kredo berupa:

1. Allah tujuan kami (Allahu ghayatuna)
2. Rasulullah teladan kami (Ar-Rasul qudwatuna)
3. Al-Qur'an landasan hukum kami (Al-Quran dusturuna)
4. Jihad jalan kami (Al-Jihad sabiluna)
5. Mati syahid di jalan Allah cita-cita kami yang tertinggi (Syahid fiisabilillah asma amanina)

Walaupun begitu, Ikhwanul Muslimin tetap mengikuti perkembangan teknologi dan tidak meninggalkannya. Sebagai organisasi Islam moderat, Ikhwanul Muslimin diterima oleh segala lapisan dan pergerakan. Ikhwanul Muslimin menekankan adaptasi Islam terhadap era globalisasi. Pemikiran dan pergerakan Ikhwanul Muslimin mencakup delapan aspek yang mencerminkan luasnya cakupan Islam sebagai ideologi yang mereka anut, yaitu Dakwah salafiyah (dakwah salaf), Thariqah sunniyah (jalan sunnah), Hakikat shufiyah (hakikat sufi), Hai'ah siyasiyah (lembaga politik), Jama'ah riyadhiyah (kelompok olahraga), Rabithah 'ilmiyah tsaqafiah (ikatan ilmiah berwawasan), Syirkah iqtishadiyah (perserikatan ekonomi), dan Fikrah ijtima'iyah (pemikiran sosial).

Pimpinan

Pimpinan Ikhwanul Muslimin disebut Mursyid 'Am atau Sekretaris Jenderal. Adapun tugas dari Mursyid 'Am adalah untuk mengatur organisasi Ikhwanul Muslimin di seluruh dunia. Berikut ini adalah daftar Mursyid 'Am yang pernah memimpin Ikhwanul Muslimin:
Hassan al-Banna (حسن البنا) (1928 - 1949)
Hassan al-Hudhaibi (حسن الهضيبي) (1949 - 1972)
Umar at-Tilmisani (عمر التلمساني) (1972 - 1986)
Muhammad Hamid Abu Nasr (محمد حامد أبو النصر) (1986 - 1996)
Mustafa Masyhur (مصطفى مشهور) (1996 - 2002)
Ma'mun al-Hudhaibi (مأمون الهضيبي) (2002 - 2004)
Muhammad Mahdi Akif (محمد المهدى عاكف) (2010 - 2004 -
Muhammad Badie (2010 - )

Ikhwanul Muslimin di Indonesia

khwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu kepada sejumlah delegasi Indonesia. Templat:Hassan, M.Z. 1980. Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Bulan Bintang. Jakarta. Hal. 220

Ikhwanul Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia.
Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi.
Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya. Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi). Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah. PBB mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung Masyumi. Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya. Namun tulisan ulama yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat konfirmasi dari para pengurus DPP PKS. Jika dilihat dari Piagam Deklarasi PKS dan AD/ART PKS, PKS tidak pernah menyebutkan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin.
Selain partai-partai di atas, ada juga ormas Islam di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin ini, paling tidak itu terlihat dari nama ormas tersebut. Ormas yang dimaksud, antara lain adalah Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) yang berafiliasi ke PPP, dan Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI). Parmusi saat ini diketuai oleh Bachtiar Chamsyah. Sedangkan IMI yang dideklarasikan di Depok pada tahun 2001, diketuai oleh Habib Husein Al Habsyi.
Lalu pada Pemilu tahun 2004, Partai Masyumi Baru dan PPII Masyumi tidak dapat mengikuti pemilu lagi karena tidak lolos electoral threshold. Partai Masyumi Baru bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PBB masih dapat terus mengikuti pemilu. Sedangkan PK mengikuti Pemilu 2004 setelah berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setelah pemilu 2004, PBB hampir tidak bisa mengikuti pemilu 2009 karena tidak lolos electoral threshold. Pada akhirnya PBB bisa mengikuti pemilu 2009 sebagaimana PKS dan PPP yang masih dapat terus mengikuti pemilu 2009 karena lolos electoral threshold.
Jadi secara umum, Ikhwanul Muslimin cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan secara resmi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin antara lain:

1. Partai Masyumi
2. Persaudaraan Muslimin Indonesia
3. Partai Masyumi Baru (1998)
4. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (1998)
5. Partai Bulan Bintang (1998)
6. Partai Keadilan (1998)
7. Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001)
8. Partai Keadilan Sejahtera (2002)

Selasa, 01 Februari 2011

Antara Gus Dur, Orang Kecewa, dan Tak Normal

Salah satu kebiasaan sebagian intelektual Indonesia adalah mendirikan organisasi, lembaga, dan sebagainya. Ketika baru didirikan atau dideklarasikan, banyak tokoh-tokoh yang terlibat, dan diliput media massa, sehingga dalam waktu singkat eksistensinya ‘diakui’ secara nasional. Namun tak berapa lama, suaranya sayup-sayup sampai hingga nyaris tak terdengar.

Gus Dur merupakan salah satu anak bangsa yang Indonesia banget, gitu loch. Terutama, bila dilihat dari kegemarannya mendeklarasikan organisasi. Belum lama ini, Rabu 3 Desember 2008 Gus Dur membentuk organisasi baru, yang ditujukan sebagai wadah menghimpun para pendukungnya yang merasa kecewa dengan PKB di bawah pimpinan Muhaimin Iskandar. Namanya, GATARA (Gerakan Kebangkitan Rakyat).

Gatara dideklarasikan Gus Dur bersama sejumlah tokoh politik di kantor Wahid Institute. Pada saat deklarasi, antara lain hadir sejumlah tokoh nasional seperti Akbar Tanjung, Rizal Ramli, Sutiyoso, Mochtar Pakpahan, dan sebagainya.

Bila Gus Dur mengatakan Gatara didirikan untuk menghimpun para pendukungnya yang merasa kecewa dengan PKB di bawah pimpinan Muhaimin Iskandar; maka Yenny putri Gus Dur mengatakan melalui Gatara diharapkan para ulama, kiai, habaib, kaum nahdliyin dan masyarakat umum mampu memberikan sumbangsih terhadap proses demokratisasi politik dan penegakan hukum di Indonesia.

Jadi, Gatara ini bila ditelisik dari temanya, ternyata soal demokrasi juga. Ini rasanya lembaga kedua Gus Dur yang bertema demokrasi. Sebelumnya, Gus Dur pernah punya Forum Demokrasi (Fordem) yang kini senyap setidaknya sejak Gus Dur jadi Presiden. Meski begitu, beberapa aktivis Fordem ada yang sempat menjadi petinggi negara, misalnya Bondan Gunawan, namun belakangan ia terlempar dari ring satu lingkar kekuasaan Gus Dur, sebelum Gus Dur lengser.

Di tahun 2005, Gus Dur ikut berkiprah pada sebuah organisasi yang digagas Anand Krishna. Organisasi itu bernama National Integration Movement, disingkat NIM yang berarti Gerakan Integrasi Nasional. Pada organisasi ini Gus Dur duduk sebagai Ketua Dewan Pembina, yang beranggotakan sejumlah nama diantaranya Siswono Yudohusodo dan Slamet Rahardjo. Mantan Pemimpin Redaksi Kompas, August Parengkuan, duduk sebagai anggota Kehormatan.

Sebagaimana bisa dilihat di www.nationalintegrationmevement.org, NIM didirikan pada tanggal 11 April 2005, di Tugu Proklamasi, Jakarta, sebagai respon atas adanya ancaman terhadap integrasi bangsa, terutama yang disebabkan oleh pertikaian atas nama agama dan etnis, di berbagai wilayah Indonesia. Pendiriannya diinspirasikan oleh tokoh spiritual lintas agama Anand Krishna.

Sebagaimana juga AKKBB yang berupaya menanamkan di benak kita akan adanya bahaya disintegrasi dan sebagainya, NIM juga mempunyai concern yang sama. Sejumlah isu yang potensial untuk diangkat oleh NIM meliputi: ancaman terhadap keutuhan wilayah RI, peraturan dan perundangan yang diskriminatif terhadap kelompok agama tertentu; kebijakan yang merugikan kelompok etnis dan agama tertentu; ancaman atau teror dari kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lain; dan sebagainya.

Jangan lupa, Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Anand Krishna termasuk sosok yang namanya ikut mendukung petisi AKKBB yang antara lain dimuat oleh harian Kompas. Salah satu kegiatan NIM adalah menerbitkan berbagai petisi, seperti Petisi Untuk Menolak UU Pornogafi, Petisi Penghapusan Kolom Agama Pada KTP, PETISI untuk Pemerintah Indonesia untuk memperhatikan Pulau Bali, Petisi Pembuatan dan Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Folklor dan Pengetahuan Tradisional, Petisi Pendidikan Harus Mengantar Kita pada Kebangkitan Indonesia, dan sebagainya.

Nampaknya, ada sekelompok orang yang konsisten menakut-nakuti kita akan adanya bahaya ideologis, akan adanya ancaman disintegrasi, akan adanya bahaya yang ditimbulkan oleh sekelompok orang yang hendak mengubah dasar negara.

Mereka menciptakan sebuah hantu jadi-jadian, yang harus dijadikan musuh bersama. Hantu jadi-jadian yang mereka maksud adalah sekelompok orang yang picik sikap keber-AGAMA-annya, yang suka kekerasan, yang suka memaksakan kehendak, dan sebagainya. Sekelompok orang itu tentu saja bukan Anand Krishna, bukan Gus Dur, bukan Azyumardi Azra, bukan Komaruddin Hidayat, bukan Ulil dan kelompok JIL-nya, bukan Amien Rais, bukan Syafi’i Ma’arif, bukan Jalaluddin Rahmat, bukan Gunawan Mohamad, bukan Amin Abdullah, bukan Moeslim Abdurrahman dan sebagainya

Sementara mereka menciptakan hantu menyeramkan tentang adanya bahaya Islam fundamentalis, bahaya Islam radikal yang hendak mengubah idelogi negara; pada saat bersamaan mereka telah menyusupkan paham yang tidak sekedar sekuler, tidak sekedar plural dan liberal, tetapi atheis dan komunis.

Buktinya, di masa ketika Gus Dur menjadi Presiden, ia menyatakan akan mencabut Tap MPRS No. XXV/l966 tentang larangan ajaran Marxis dan Leninis yang merupakan inti ajaran komunis. Padahal, di Indonesia, penganut komunis sejak sebelum kemerdekaan sudah sering melakukan pemberontakan. Pasca kemerdekaan, 1948, pengikut komunis melakukan pemberontakan di Madiun. Akibatnya, sejumlah pentolah komunis mati, lainnya kabur ke luar negeri, antara lain D.N. Aidit. Namun, di tahun 1950 Aidit kembali ke Indonesia karena Soekarno melakukan rehabilitasi terhadap mereka. Di tahun 1965, penganut komunis kembali melakukan pemberontakan berdarah.

Bila Soekarno pernah merehabilitasi penganut komunis yang pernah berontak di tahun 1948, Gus Dur semasa jadi presiden pernah bertatap muka dengan pelarian politik kasus PKI (komunisme) ketika jalan-jalan ke berbagai negara Eropa, dan di hadapan mereka Gus Dur menjanjikan bahwa mereka dapat kembali ke Indonesia. Untuk menunjukkan keseriusannya, Gus Dur menugaskan Yusril Ihza Mahendra yang ketika itu menjabat sebagai Menkumdang untuk menindak-lanjuti kebijakan Gus Dur terhadap para pelarian politik penganut komunis.

Sebagai presiden, Gus Dur menginginkan untuk menghapus semua undang-undang atau peraturan yang melarang dan membatasi aliran-ideologi seperti komunisme; bahkan ia juga hendak menghapus Departemen Agama, karena departemen ini menurut Gus Dur hanya menguntungkan golongan Islam dan merugikan golongan lainnya.

Gus Dur juga pernah mengusulkan untuk menghapus Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang mengatur penyebaran agama dan pendirian tempat ibadah, karena dianggap merugikan golongan Kristen. Selain itu, Gus Dur juga mengusulkan agar kurikulum pendidikan Agama di sekolah-sekolah harus diubah karena menyebabkan siswa menjadi penganut Islam yang fanatik terhadap agamanya.

Usulan Gus Dur berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama, sesungguhnya sudah mulai dipraktekkan Harun Nasution sejak 1975-an. Hingga kini, diteruskan oleh generasi pelanjutnya seperti Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat di UIN (IAIN). Dulu belum terlihat jelas identitas ideologis para pembelok arah IAIN/UIN itu. Barulah setelah lebih dari tiga dasawarsa terjadi kudeta ideologis di UIN/IAIN, mulai diketahui dengan lebih tegas identitas ideologis mereka, yaitu sekelompok orang yang menjajakan ilhadiyah alias neo komunisme.

Masih ada lagi. Semasa menjadi presiden, Gus Dur juga menghendaki agar UU Peradilan Agama yang mengarah pada penerapan syari’ah Islam harus dihapus. Begitu juga dengan UU Perkawinan yang substansinya lebih banyak menguntungkan golongan Islam, harus dihapus. Pada masa-masa itu Gus Dur juga pernah mengusulkan agar Masjid Istiqlal dikelola oleh pengurus yang multi agama, jangan hanya orang Islam.


Gus Dur dan kontes waria

Begitulah faktanya. Gus Dur (dan orang-orang sejenisnya) oleh corong-corong propagandis dan provokator, didengung-dengungkan sebagai tokoh Islam yang cendekia, humanis, plural, toleran, dan seabreg julukan berlebihan lainnya; untuk kemudian dihadapkan dengan sekelompok besar umat Islam yang konsisten dengan ajarannya, selanjutnya untuk diperbandingkan satu sama lain: yang seperti Gus Dur Islamnya baik, yang lainnya jelek, jumud, sempit, tidak toleran dan sebagainya.

Maka, jadilah Gus Dur semacam prototipe Islam yang baik. Konsekuensinya ia dijajakan ke mana-mana. Namanya tidak saja tercantum di dalam berbagai organisasi, namun kehadirannya juga diharapkan pada berbagai event yang tidak ada kaitannya dengan agama atau kecendekiawanan. Misalnya, pada event kontes waria. Di tahun 2006, pada ajang Kontes Waria yang berlangsung awal Agustus, Gus Dur tidak hanya memberikan dukungan moril tetapi juga hadir pada acara yang berlangsung di Diskotek Stardust, Menteng, Jakarta.

Kontes Waria 2006 itu, merupakan kontes yang ketiga kalinya diadakan di Indonesia sejak 2004 lalu. Pada tahun 2005, kontes tersebut mendapat tentangan keras dari FPI. Nah, untuk ‘melawan’ FPI, maka Gus Dur pun dihadirkan oleh para penyelenggara Kontes Waria. Pelu juga diingat, dukungan Kontes Waria tidak saja datang dari Gus Dur, tetapi juga dari Sutiyoso yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI. Kini, Sutiyoso disebut-sebut akan menclaonkan diri menjadi Presiden RI pada musim pemilu 2009 esok.

Begitulah, Gus Dur diposisikan sebagai Islam ynag ‘baik” sedangkan FPI diposisikan sebagai Islam yang “tidak baik”. Maka, untuk menghalau Islam yang “tidak baik” tadi, perlu dihadirkan Islam yang “baik” ke ajang kontes waria yang menurut kacamata agama apapun juga pastilah merupakan sesuatu yang bertentangan.

Di Indonesia kontes waria yang dijaga ketat oleh kepolisian ini digrebek oleh FPI, lembaga tanpa badan hukum yang didirikan rakyat biasa yang punya misi melawan kemungkaran. Berbeda dengan di Indonesia, di negeri jiran Malaysia, kontes serupa justru digrebek oleh aparat berwenang.

Sebagaimana diberitakan Gatra.Com edisi Rabu, 30 Oktober 2002 dengan judul Malaysia Grebek Kontes Waria sejumlah petugas termasuk aparat kepolisian Malaysia menyerang kontes Ratu Paperdolls 2002 Senin malam di Muar, kota kecil di negara bagian Johor selatan. Tentu saja para waria itu lari pontang-panting dan sebagian dari mereka ada yang berusaha menghindari penangkapan dengan bersembunyi di dalam ruang rahasia di tempat itu. Menurut suratkabar setempat 80 dari 200 waria telah ditahan.

Padahal, boleh jadi kontes waria di Indonesia terinspirasi oleh kontes serupa di negeri jiran yang digrebek aparat berwenang di sana. Ironisnya, di Indonesia kontes waria selain mendapat penjagaan ketat aparat kepolisian, mendapat dukungan dari Gubernur DKI dan mantan Presiden RI, juga didukung oleh Ruhut Sitompul lawyer kenamaan. Padahal, menurut kacamata social, fenomena waria merupakan salah satu penyakit masyarakat (pathologi sosial). Di tempat lain, penyakit seperti itu cenderung diberantas, tetapi di Indonesia malah dibela-bela. Apakah ada orang sehat yang membela penyakit?

MUI telah memfatwakan tentang kedudukan waria.

Berikut ini kutipan fatwa MUI tentang kedudukan waria:

Mengingat:

Hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa laki-laki berperilaku dan berpenampilan seperti wanita (dengan sengaja), demikian juga sebaliknya, hukumnya adalah haram dan dilarang agama.

Hadits menegaskan;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَعَنَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang berpenampilan perempuan dan perempuan yang berpenampilan laki-laki. (HR Al-Bukhari).

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka dengan memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT

Memutuskan

Memfatwakan:

Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri.

Segala perilaku waria yang menyimpang adalah haram dan harus diupayakan untuk dikembalikan pada kodrat semula.

Menghimbau kepada:

Departemen Kesehatan dan Departemen social RI untuk membimbing para waria agar menjadi orang yang normal, dengan menyertakan para psikolog.

Departemen Dalam Negeri RI dan instansi terkait lainnya untuk membubarkan organisasi waria.

Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Jakarta

Pada tanggal: 1 Nopember 1997

Dewan Pimpinan

Majelis Ulama Indonesia

Ketua Komisi Fatwa MUI Ketua Umum Sekretaris Umum

Prof. KH. Ibrahim Hosen KH. Hasan Basri Drs. HA. Nazri Adlani

Telah ada hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melaknat perilaku berlagaknya lelaki sebagai wanita dan sebaliknya wanita sebagai lelaki. Kemudian sudah ada fatwa MUI yang mengharamkannya, menyatakan penyimpangannya itu haram, agar Depertemen Kesehatan dan Departemen social mendandani mereka supaya jadi normal. Sedang Departemen Dalam Negeri agar membubarkan organisasi waria. Lha kok malahan ada orang yang mengaku sebagai tokoh dari Ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam justru mendukung kontes waria yang terlaknat itu. Apakah pantas di akherat kelak akan tetap mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Yang berpihak kepada kelompok tak normal itu secara akal otomatis adalah orang yang tidak normal pula. Tetapi di kalangan orang-orang yang tidak normal, siapa yang tidak normalnya itu dianggap paling tinggi maka dijadikan sebagai model pertama. Dalam kenyataannya, ada orang, karena ia merupakan sebuah prototype (model pertama) yang harus dipamerkan ke mana-mana, maka namanya pun tercantum di berbagai organisasi dan kehadirannya menjadi bumbu tersendiri pada setiap kegiatan, termasuk perayaan natal bersama. Orang itu sendiri tak kuat menahan gejolak mendirikan berbagai organisasi atau memenuhi berbagai undangan, meski harus dituntun-tuntun (karena maaf, tidak dapat melihat). Sehingga, bila diibaratkan dengan pohon, ia bagai tanaman dalam pot yang tidak pernah menjadi besar, tidak pernah bisa berbuah, dan pada gilirannya kekeringan karena sering berjemur di terik matahari. Meski sudah kering, tetap saja dijajakan dan dipamerkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadapnya, dengan mengusung tema “pohon kering yang artistik”. (nahimunkar.com)